Categories
Kimia

Kimia dalam Kembang Api

Perayaan tahun baru identik dengan ledakan petasan dan pertunjukan kembang api. Apakah sobat sains pernah mencobanya? Cukup dengan petikan api, kita diperlihatkan sebuah fenomena kimia yang diawali sebuah ledakan kencang dan kemudian diikuti cahaya-cahaya indah­. Namun tahukan sobat bahwa fenomena kimia tersebut telah dikembangkan oleh manusia sejak ribuan tahun lalu?

Kembang api ditemukan di Tiongkok lebih dari 2000 tahun yang lalu. Pada saat itu, ledakan kembang api dihasilkan dengan memasukkan sepotong bambu, yang kedua ujungnya tertutup, ke dalam api. Hal ini dipercayai dapat menakut-nakuti roh jahat. Kemudian, setelah ditemukannya bubuk mesiu, bubuk mesiu tersebutlah yang dimasukkan ke dalam bambu untuk menghasilkan ledakan kembang api yang mungkin lebih dekat dengan yang kita kenal saat ini.

Bubuk mesiu juga ditemukan di Tiongkok pada sekitar tahun 800 Masehi. Dalam upaya seorang saintis untuk menemukan obat untuk menjadi abadi, ia mencampurkan kalium nitrat (KNO3), arang (C), dan sulfur (S) yang merupakan bahan dasar bubuk mesiu. Lalu ada apa dengan campuran bahan kimia tersebut? Nah, sebelum ke situ, kita perlu paham dahulu syarat terbentuknya api atau dikenal juga dengan segitiga api. Syaratnya adalah oksigen, bahan bakar, dan panas. Pada bubuk mesiu, oksigen dihasilkan dari senyawa kalium nitrat, sedangkan arang dan sulfur berfungsi sebagai bahan bakar. Yang tersisa hanyalah petikan api sebagai sumber panas.

Oke, sekarang kita sudah paham bahan peledak pada kembang api, lalu bagaimana dengan warna apinya? Kok bisa ada yang berwarna merah, kuning, hijau, biru, dan lainnya. Warna tersebut dihasilkan dengan menambahkan zat pewarna berupa logam. Logam yang berbeda dapat menghasilkan warna yang berbeda, bergantung pada keadaan dan susunan elektronnya. Beberapa contoh logam yang digunakan dalam kembang api adalah sebagai berikut:

  1. Warna Merah: Strontium (Sr)
  2. Warna Jingga: Kalsium (Ca)
  3. Warna Kuning: Natrium (Na)
  4. Warna Hijau: Barium (Ba)
  5. Warna Biru: Tembaga (Cu)
  6. Warna Ungu: Tembaga + Strontium
  7. Warna Perak: Magnesium (Mg) + Aluminium (Al)
  8. Warna Putih: Titanium (Ti) + Zirkonium (Zr) + Magnesium

Sumber:

https://www.usgs.gov/media/images/what-minerals-produce-colors-fireworks

https://ssec.si.edu/stemvisions-blog/evolution-fireworks

Categories
Kimia

Kepleset kulit pisang sudah biasa. Kepleset Teflon?!

Sobat Sains pasti tidak asing dengan Teflon. Apa itu Teflon? Sejenis panci atau wajan yang anti lengket? Hmm…iya dan tidak. Teflon sendiri bukanlah suatu alat memasak, melainkan sebuah bahan kimia polimer yaitu politetrafluoroetilena atau PTFE yang terdiri rantai karbon panjang yang mengikat atom fluorin. Istilah Teflon berasal dari nama dagang produk sebuah perusahaan bahan kimia asal Amerika bernama Chemours, anak perusahaan dari DuPont. Senyawa yang sama digunakan untuk melapisi alat masak kita dan memberinya sifat anti lengket. Oleh karena itu kita sering menyebutkan alat masak anti lengket sebagai Teflon.

Kecermelangan atau Keberuntungan?

Bahan ini pertama ditemukan secara tidak sengaja oleh Roy J. Plunkett pada tahun 1938. Ketika itu, Plunkett sedang ditugaskan oleh perusahaan DuPont untuk menemukan senyawa pendingin kloroflurokarbon yang tidak beracun. Ketika menyimpan gas tetrafluoroetilena pada suhu dingin, Plunkett menemukan bahwa seluruh gas hilang dan di dalam wadahnya ditemukan serbuk berwarna putih. Gas tetrafluoroetilen yang ada di dalamnya telah terpolimerisasi. Ini lah zat yang nantinya kita kenal sebagai Teflon.

Hati-Hati Licin!

Setelah diselidiki, PTFE memiliki sifat yang sangat unggul. Zat ini sangat sukar untuk bereaksi dengan zat lain. Selain itu, PTFE juga memiliki koefisien friksi yang sangat rendah, menghasilkan sifat yang sangat licin sehingga zat lain sulit untuk menempel padanya. Bahkan serangga-serangga kesulitan menempel pada permukaan PTFE. Sifat anti lengket ini berasal dari struktur nya yang terdiri dari rantai karbon yang setiap karbonnya berikatan dengan dua atom fluorin. Ikatan antara atom karbon dengan atom fluorin merupakan salah satu ikatan paling kuat. Ikatan tersebut berperan sebagai lapisan pembungkus yang mencegah interaksi antara PTFE dengan zat lain.

Aplikasi pertama dari PTFE adalah sebagai pelapis segel pipa pembawa uranium heksafluorida yang digunakan dalam Manhattan Project, program besar yang akhirnya menghasilkan Bom Atom ketika Perang Dunia II. Merk Teflon baru didaftarkan pada tahun 1945. Setelah itu, PTFE mulai digunakan dalam peralatan sehari-hari, termasuk sebagai pelapis alat masak, kaca depan mobil, perabotan rumah, dan jas hujan.

Aman atau Tidak?

Nah, Sobat sekarang sudah paham ya perbedaan Teflon dan wajan. Jangan ketuker lagi lho! Nah, mungkin Sobat Sains sekarang ada yang bertanya, “Apakah aman ketika PTFE dari wajan Teflon lepas dan termakan oleh kita?”. Karena sifatnya yang tidak reaktif atau inert, PTFE tidak berinteraksi dengan tubuh dan akan dikeluarkan melalui proses sekresi. Namun, pada suhu tinggi (>400 °C), PTFE dapat hancur dan melepaskan campuran gas beracun. Gas ini tidak berwarna dan tidak berbau. Oleh karena itu, Sobat perlu memperhatikan suhu ketika menggunakan alat memasak dengan lapisan Teflon. Ada juga beberapa alternatif dari Teflon, salah satunya menggunakan wajan berbahan keramik.

Sumber:

https://www.sciencehistory.org/education/scientific-biographies/ralph-landau

https://www.aps.org/publications/apsnews/202104/history.cfm

https://www.teflon.com/en/news-events/history

https://link.springer.com/article/10.1007/s11356-017-0095-y

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/B9781455725519000116

Categories
Artikel Biologi Kimia

Aroma Durian: Mengungkap Kekuatan Tersembunyi di Balik Hidung Kita!

Sebagai warga Indonesia, Sobat Sains pasti tidak asing dengan aroma khas dari sang Raja Buah, yaitu buah durian. Saintis telah mengindentifikasi setidaknya 44 senyawa kimia yang bertanggung jawab atas aroma menyengat dari durian. Studi pada tahun 2016 menemukan bahwa aroma keseluruhan dari durian dapat ditiru dengan dua senyawa saja, yaitu ethyl (2S)-2-methylbutanoate dan 1-(ethylsulfanyl)ethane-1-thiol.

Kenapa baunya sangat menyengat ya?

Sebagian dari 44 senyawa tersebut mengandung unsur Sulfur. Hidung kita sangat hebat dalam mendeteksi molekul-molekul yang mengandung sulfur. Contohnya adalah bau telur busuk. Yup, bau berasal dari gas hidrogen sulfida (H2S) yang mengandung, tentunya, unsur sulfur. Sensitivitas yang tinggi terhadap sulfur disebabkan oleh keberadaan ion Cu pada reseptor pencium yang dapat berikatan kuat sengan sulfur. Terus, apa hebatnya kemampuan ini?

Menjadi bagian dari kemampuan bertahan hidup

Kemampuan mendeteksi sulfur sangat penting bagi kemampuan bertahan hidup manusia. Loh, kok bisa? Tentu! Karena hal yang berbahaya bagi manusia banyak mengandung molekul yang memiliki sulfur, seperti makanan busuk, bangkai hewan, gas beracun, dan keringat predator.

Meskipun mengganggu ketika ingin menikmati durian, namun sifat hidung kita ini sangat membantu kita agar terhindar dari bahaya.­­

Referensi:

https://pubs.acs.org/doi/10.1021/bk-2013-1152.ch001

https://pubs.acs.org/doi/full/10.1021/jf303881k

https://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/acs.jafc.6b05299

https://www.acs.org/pressroom/reactions/library/the-smell-of-durian-explained.html